Halaman

Rabu, April 03, 2019

Kisah Seorang Anak di Amsterdam, Belanda

_**_ ♡♡♡

_Bismillah. Luangkan sedikit waktu untuk membacanya._

_Setiap selesai sholat Jum'at setiap pekannya, seorang imam (masjid) dan anaknya (yang berumur 11 tahun) mempunyai jadwal membagikan buku–buku Islam, diantaranya buku ath-Thoriq ilal Jannah (Jalan Menuju Surga). Mereka membagikannya di daerah mereka, di pinggiran Kota Amsterdam._

_Namun, tibalah suatu hari ketika kota tersebut diguyuri hujan yang sangat lebat dengan suhu yang sangat dingin._

 _Sang anakpun mempersiapkan dirinya dengan memakai beberapa lapis pakaian demi mengurangi rasa dingin._

_Setelah selesai mempersiapkan diri, ia berkata kepada ayahnya, "Wahai ayahku, aku telah siap."_

_Ayahnya menjawab, "Siap untuk apa?"_

_Ia berkata, "Untuk membagikan buku (seperti biasanya)."_

_Sang ayahpun berucap, "Suhu sangat dingin di luar sana, belum lagi hujan lebat yang mengguyur."_

_Sang anak menimpali dengan jawaban yang menakjubkan, "Akan tetapi, sungguh banyak orang yang berjalan menuju Neraka di luar sana, dibawah guyuran hujan."_

_Sang ayah terhenyak dengan jawaban anaknya seraya berkata, "Namun, Ayah tidak akan keluar dengan cuaca seperti ini." Akhirnya, anak tersebut meminta izin untuk keluar sendiri. Sang ayah berpikir sejenak, dan akhirnya memberikan izin._

_Iapun mengambil beberapa buku dari ayahnya untuk dibagikan, dan berkata,_

_"Terima kasih, wahai ayahku."_

_Dibawah guyuran hujan yang cukup deras, ditemani rasa dingin yang menggigit, anak itu membawa buku-buku itu yang telah dibungkusnya dengan sekantong plastik ukuran sedang agar tidak basah terkena air hujan, lalu ia membagikan buku kepada setiap orang yang ditemui. Tidak hanya itu, beberapa rumahpun ia hampiri demi tersebarnya buku tersebut._

_Dua jam berlalu, tersisalah 1 buku di tangannya. Namun, sudah tidak ada orang yang lewat di lorong tersebut._

_Akhirnya, ia memilih untuk menghampiri sebuah rumah di seberang jalan untuk menyerahkan buku terakhir tersebut._

_Sesampainya di depan rumah, ia pun memencet bel, tapi tidak ada respon. Ia ulangi beberapa kali, hasilnya tetap sama. Ketika hendak beranjak seperti ada yang menahan langkahnya, dan ia coba sekali lagi ditambah ketukan tangan kecilnya. Sebenarnya, ia juga tidak mengerti kenapa ia begitu penasaran dengan rumah tersebut. Pintupun terbuka perlahan, disertai munculnya sesosok nenek yang tampak sangat sedih._

_Nenek berkata, "Ada yang bisa saya bantu, Nak?"_

_Si anak berkata (dengan mata yang berkilau dan senyuman yang menerangi dunia), "Saya minta maaf jika mengganggu. Akan tetapi, saya ingin menyampaikan bahwa Allah sangat mencintai dan memperhatikan Nyonya. Kemudian saya ingin menghadiahkan buku ini kepada Nyonya. Didalamnya, dijelaskan tentang Allah Ta'ala, kewajiban seorang hamba, dan beberapa cara agar dapat memperoleh keridhoannya."_

_Satu pekan berlalu, seperti biasa sang imam memberikan ceramah di masjid. Seusai ceramah, ia mempersilahkan jama'ah untuk berkonsultasi._

_Terdengar sayup-sayup, dari shaf perempuan, seorang perempuan tua berkata, "Tidak ada seorangpun yang mengenal saya disini, dan belum ada yang mengunjungiku sebelumnya. Satu pekan yang lalu, saya bukanlah seorang muslim, bahkan tidak pernah terbetik dalam pikiranku hal tersebut sedikitpun. Suamiku telah wafat, dan dia meninggalkanku sebatang kara di bumi ini."_

_Dan iapun memulai ceritanya bertemu anak itu, "Ketika itu cuaca sangat dingin disertai hujan lebat, aku memutuskan untuk mengakhiri hidupku. Kesedihanku sangat mendalam, dan tidak ada seorangpun yang peduli padaku. Maka tidak ada alasan bagiku untuk hidup. Akupun naik ke atas kursi, dan mengalungkan leherku dengan seutas tali yang sudah kutambatkan sebelumnya. Ketika hendak melompat, terdengar olehku suara bel. Aku terdiam sejenak dan berpikir, 'Paling sebentar lagi, juga pergi.'_

_Namun suara bel dan ketukan pintu semakin kuat. Aku berkata dalam hati, 'Siapa gerangan yang sudi mengunjungiku? Tidak akan ada yang mengetuk pintu rumahku.'_

_Kulepaskan tali yang sudah siap membantuku mengakhiri nyawaku, dan bergegas ke pintu. ketika pintu kubuka, aku melihat sesosok anak kecil dengan pandangan dan senyuman yang belum pernah kulihat sebelumnya. Aku tidak mampu menggambarkan sosoknya kepada kalian. Perkataan lembutnya telah mengetuk hatiku yang mati hingga bangkit kembali._

_Ia berkata, "Nyonya, saya datang untuk menyampaikan bahwa Allah Ta'ala sangat menyayangi dan memperhatikan nyonya," lalu dia memberikan buku ini (buku Jalan Menuju Surga) kepadaku._

_Malaikat kecil itu datang kepadaku secara tiba-tiba, dan menghilang dibalik guyuran hujan hari itu juga secara tiba-tiba. Setelah menutup pintu, aku langsung membaca buku dari malaikat kecilku itu sampai selesai. Seketika, kusingkirkan tali dan kursi yang telah menungguku, karena aku tidak akan membutuhkannya lagi._

_Sekarang, lihatlah aku. Diriku sangat bahagia, karena aku telah mengenal Tuhan-ku yang sesungguhnya. Akupun sengaja mendatangi kalian berdasarkan alamat yang tertera di buku tersebut untuk berterima kasih kepada kalian yang telah mengirimkan malaikat kecilku pada waktu yang tepat, hingga aku terbebas dari kekalnya api Neraka."_

_Air mata semua orang mengalir tanpa terbendung. Masjid bergemuruh dengan isak tangis dan pekikan takbir, "Allahu akbar."_

_Sang imam (ayah dari anak itu) beranjak menuju tempat dimana malaikat kecil itu duduk, dan memeluknya erat, dan tangisnyapun pecah tak terbendung di hadapan para jama'ah._

_Sungguh mengharukan. Mungkin tidak ada seorang ayahpun yang tidak bangga terhadap anaknya seperti yang dirasakan imam tersebut._

_(Judul asli: قصة رائعة جدا ومعبرة ومؤثرة | _Penerjemah: Shiddiq Al-Bonjowiy –jazāhullāhu khairan wa waffaqahu–)_

_Mari kita sebarkan kebaikan! Kita tidak pernah tahu, berapa banyak orang yang mendapatkan hidayah dengan sedikit langkah yg kita lakukan._

_Semoga bermanfaat menebar kebaikan Aamiin_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar