Halaman

Sabtu, September 06, 2025

Implementasi ABS-SBK Dalam Konteks UU No 17 Tahun 2022


Implementasi ABS-SBK Dalam Konteks UU No 17 Tahun 2022


 September 06, 2025

Oleh: Duski Samad

Guru Besar UIN Imam Bonjol 

Judul artikel ini berasal dari Webinar Internasional yang diinisiasi oleh Badan Persiapan Provinsi Daerah Istimewa Minangkabau (BP2DM) hari ini Sabtu, 6 September 2025. 

Webinar ini menghadirkan pembicara penulis Disertasi di UIN Imam Bonjol Tentang ABS-SBK Dr. Budiman, M.Ag Datuk Garang, mantan anggota DPRD Padang dan DPRD Provinsi Sumatera Barat. Penanggap utama tokoh dan akademisi ranah dan rantau yang care pada Sumatera Barat, penulis satu di antara penanggap.

Dalam diskusi sejak pukul 9 pagi disambung bakda zohor diikuti antusias lebih dari seratus orang. Pikiran di bawah ini adalah cuplikannya.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera dengan jelas memuat tentang karakteristik Provinsi Sumatera Barat ABS-SBK dan adat salingka nagari. 

Sudah tiga tahun regulasi nasional tersebut belum juga disentuh oleh Pemerintah Daerah. Perda saja belum, tentu implementasi jadi wacana belaka, romantisme sejarah, sehingga yang dapat disebut ya akan dan mesti saja. Tak ada aksi dan kerja nyata. 

Padahal kondisi terkini krisis moral sudah akut dan marak seperti perilaku menyimpang, lunturnya rasa malu dan berbagai kejahatan kriminal yang jauh pagang dengan api, bila diukur dengan ABS-SBK.

Dalam bergama yang nampak ya sebatas formalistik. Islam hanya seremonial, jumlah masjid banyak tapi kosong jamaah, narkoba dan kenakalan remaja banyak, kurang dihayatinya agama nampak jelas dalam gaya hidup hedon, suap massif saat pemilu, dan banyak daftar jika dilanjutkan.

Krisis keteladanan tak kalah mencemaskannya tokoh adat, agama, dan elite sosial-politik kehilangan wibawa, banyak yang tak beradat, terjebak dengan moral permisif, bahkan ada pemangku adat terlibat perbuatan amoral tidak ada rasa malu bergelar datuk.

Pergeseran budaya lebih nyata sekali. ikatan mamak–kemenakan melemah, karena mamak abai fungsinya, mamak hanya di rantau, pulang setahun sekali, itupun hanya "pamer" kekayaan, adat hanya jadi simbolik dan serimonial saja.

Pragmatisme lebih dahsyat lagi, silakan lihat saat ada pemilihan, "uang terima kasih" bantuan sosial dan beragam nama yang dipoles, padahal itu jelas sogok atau korupsi berjamaah. Kepentingan sesaat mengalahkan nilai luhur ABS-SBK.

Untuk mengimplementasikan ABS-SBK itu kerja nyata yang harus didorong antara lain:

1. Mengoperasionalkan UU No. 17 Tahun 2022

Menyusun Peraturan Daerah yang menjabarkan ABS-SBK ke bidang sosial, pendidikan, ekonomi, dan pemerintahan.

Membentuk aturan nagari sebagai turunan lokal.

2. Menyusun Buku Putih ABS-SBK

Berisi visi, misi, dan roadmap implementasi ABS-SBK 25–50 tahun ke depan.

Memuat basis filosofis, yuridis, sosiologis, serta strategi pembangunan.

3. Pelatihan dan Regenerasi SDM

Sekolah adat dan syarak: mencetak kader ulama, ninik mamak, cadiak pandai, bundo kanduang.

Pelatihan aparatur untuk menginternalisasi nilai ABS-SBK dalam tata kelola pemerintahan.

4. Penataan Limbago dan Lembaga

Revitalisasi limbago adat (kaum, suku, nagari) agar fungsional kembali.

Penguatan lembaga syarak (masjid, surau, madrasah) sebagai pusat pendidikan dan kontrol sosial.

5. Pembentukan Badan Adat dan Syarak

Badan ini menjadi institusi resmi di tingkat provinsi/kabupaten/kota.

Berfungsi sebagai policy think-tank dan pelaksana koordinasi ABS-SBK.

Anggotanya perwakilan ulama, ninik mamak, akademisi, tokoh masyarakat.

ABS-SBK bukan hanya identitas budaya Minangkabau, tetapi falsafah hidup yang dijamin UU No. 17 Tahun 2022. Jika tidak dioperasionalkan, ia hanya akan jadi jargon. Dengan kerja nyata berupa regulasi, buku putih, pelatihan, penataan lembaga, dan pembentukan Badan Adat-Syarak, maka ABS-SBK bisa kembali menjadi "cahaya Minangkabau" melawan krisis #MinangGelap.

KENDALA IMPLEMENTASI ABS-SBK Implementasi UU No. 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat masih belum bisa efektif, belum ada perda dan aksi ada beberapa kendala

1. Kendala Politik dan Kepentingan

DPRD dan Pemprov Sumbar sering terjebak tarik-menarik kepentingan politik praktis. Perda bernuansa ABS-SBK rawan dipakai sebagai komoditas politik identitas, bukan sebagai instrumen pembangunan.

2. Ambiguitas Norma dalam UU

UU mengamanatkan ABS-SBK sebagai dasar, tetapi tidak memberi panduan teknis implementasi.

Perdebatan muncul: apakah dominan syariat, adat, atau gabungan keduanya, sehingga proses legislasi sering buntu.

3. Perubahan Sosial Budaya

Masyarakat Minang tidak homogen: urbanisasi, modernisasi, dan globalisasi melemahkan ikatan adat. Kekhawatiran: perda yang terlalu "kental" ABS-SBK justru dianggap tidak relevan oleh sebagian masyarakat urban.

4. Kurangnya Kapasitas Legislasi

Minimnya naskah akademik, kajian mendalam, dan model legislasi berbasis ABS-SBK.

Birokrat dan anggota legislatif lebih terbiasa dengan perda pragmatis (pajak, retribusi) daripada perda berbasis filosofi budaya.

5. Resistensi Ekonomi dan Investasi

Investor luar khawatir jika perda ABS-SBK menimbulkan rigiditas hukum, terutama dalam perizinan dan pengelolaan SDA.

Pemerintah daerah ragu karena takut menghambat arus investasi.

6. Sikap Elit yang Ambivalen

Di ruang publik, elite menyuarakan pentingnya ABS-SBK. Di ruang regulasi, mereka sibuk dengan kepentingan jangka pendek (APBD, proyek, pokir).

Akibatnya, perda turunan UU 17/2022 tersisih oleh perda-perda pragmatis.

Sulitnya lahir perda turunan UU No. 17 Tahun 2022 dipengaruhi oleh faktor politik, ambiguitas norma, perubahan sosial, keterbatasan kapasitas regulasi, kepentingan ekonomi, dan sikap ambivalen elit.

ABS-SBK lebih sering tampil sebagai jargon politik ketimbang diwujudkan dalam kebijakan hukum.

SOLUSI UNTUK IMPLEMENTASI ABS-SBK

Paket solusi konkrit untuk menerjemahkan UU 17/2022 menjadi perda-perda operasional ABS-SBK—lengkap dengan struktur kelembagaan, draf pasal kunci, dan rencana kerja bertahap.

1) Arsitektur Kelembagaan

a. Task Force 100 Hari (Perkada)

Ketua: Sekda; Anggota: Bappeda, Biro Hukum, Dinas Pendidikan, Dinas PMD, Dinas Pariwisata dan Ekraf, BKAD, perwakilan LKAAM, MUI, Bundo Kanduang, akademisi.

Mandat: (1) susun Buku Putih ABS-SBK, (2) tetapkan Prioritas 5 Perda, (3) rancangan konsultasi publik dan naskah akademik.

b. Badan Adat dan Syarak (BAS) – Perda Kelembagaan

Fungsi: think-tank, harmonisasi regulasi, standardisasi konten ABS-SBK, resolusi sengketa adat-syarak-hukum positif, public engagement & FPIC.

Struktur: Dewan Pengarah (Gubernur, Ketua DPRD, Ketua LKAAM, Ketua MUI), Dewan Pakar (kampus, ulama, budayawan), Sekretariat Teknis.

2) Peta Jalan Regulasi (Prioritas 5 Perda)

1. Perda Kelembagaan Badan Adat dan Syarak dan Tata Kelola ABS-SBK

Tugas, kewenangan, pendanaan, mekanisme FPIC (Free, Prior and Informed Consent), dan regulatory impact assessment (RIA).

2. Perda Pendidikan ABS-SBK

Muatan lokal kurikulum, surau center of excellence, sertifikasi kader: ulama—niniak mamak—cadiak pandai—bundo kanduang, indikator sekolah ramah ABS-SBK.

3. Perda Nagari ABS-SBK, Limbago dan Lembaga Adat

Standardisasi peraturan nagari (PRN), kewenangan adat (pusako tinggi/rendah), musyawarah nagari syar'iyah, mediasi adat-syarak.

4. Perda Ekonomi Syariah dan Ulayat Produktif

Zakat/infak/wakaf produktif, BUMNag syariah, skema kemitraan investasi di tanah ulayat (kepastian hukum + bagi hasil).

5. Perda Budaya dan Keteladanan Publik

Etika pejabat menurut ABS-SBK, standar event/adat, perlindungan bahasa dan simbol, code of conduct anti-politisasi identitas.

KONKLUSI

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2022 telah memberi dasar yuridis bagi Sumatera Barat untuk membangun diri berlandaskan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK). Namun, tiga tahun sejak disahkan, implementasinya masih stagnan. Tidak ada perda turunan yang lahir, sehingga ABS-SBK terjebak pada tataran jargon dan romantisme sejarah, belum menjadi instrumen nyata membangun masyarakat dan daerah.

Realitas sosial hari ini menunjukkan krisis multidimensi:

Krisis moral dan agama formalistik yang tampak dalam merebaknya narkoba, perilaku menyimpang, hingga budaya suap politik.

Krisis keteladanan tokoh adat, agama, dan elite politik yang kehilangan wibawa moral.

Pergeseran budaya dan lunturnya ikatan mamak–kemenakan, adat direduksi sebatas simbol seremonial.

Pragmatisme politik dan ekonomi yang menyingkirkan nilai luhur ABS-SBK.

Kendala implementasi UU 17/2022 bersumber dari:

1. Tarik-menarik kepentingan politik,

2. Ambiguitas norma UU,

3. Perubahan sosial-budaya yang kompleks,

4. Minimnya kapasitas legislasi,

5. Resistensi ekonomi dan kekhawatiran investasi, serta

6. Sikap elit yang ambivalen—berbicara ABS-SBK di publik, tetapi abai di ruang regulasi.

Untuk keluar dari stagnasi, perlu kerja nyata melalui langkah strategis:

Mengoperasionalkan UU 17/2022 dengan perda turunan di bidang sosial, pendidikan, ekonomi, dan pemerintahan.

Menyusun Buku Putih ABS-SBK sebagai panduan filosofis, yuridis, dan roadmap implementasi jangka panjang.

Pelatihan dan regenerasi SDM adat dan syarak agar nilai ABS-SBK hidup dalam kepemimpinan baru.

Penataan limbago dan lembaga adat-syarak agar fungsional sebagai pilar sosial.

Pembentukan Badan Adat dan Syarak (BAS) sebagai institusi resmi pengarah, harmonisator regulasi, sekaligus think-tank kebijakan ABS-SBK.

Jika langkah- langkah ini diwujudkan, ABS-SBK tidak lagi berhenti pada tataran slogan, tetapi tampil sebagai cahaya Minangkabau yang mengatasi krisis moral dan sosial, sekaligus memperkuat identitas Sumatera Barat 

Sekjend Bp2dim :
Anton Pratama



Tidak ada komentar:

Posting Komentar