*UJIAN KETAATAN*
Oleh: Irsyad Syafar
Setiap kali datang Idul Adha dan musim haji, kita kembali akan mengenang ketaatan Nabi Ibrahim dan keluarganya. Mereka betul-betul teruji dalam ketaatan kepada Allah.
Ujian mereka tidak tanggung-tanggung. Diuji untuk taat dalam hal yang berat-berat. Bahkan keluar dari nalar dan logika normal.
Nabi Ibrahim diperintahkan meninggalkan Istri dan bayinya Ismail di padang tandus, di lembah yang tidak ada tanam-tanaman. Di Makkah di dekat sisi rumah Allah yang suci. Ibrahim dan istrinya, patuh serta taat atas perintah tersebut.
Kemudian Allah perintahkan ia untuk menyembelih anaknya yang sangat dicintainya. Ibrahim as. patuh atas perintah Allah tersebut, dan begitu juga anaknya Ismail as. patuh dan sabar atas perintah Allah tersebut. Begitu pula sikap Hajar istri Ibrahim yang menerima perintah Allah dengan penuh taat.
Wajar kemudian, Nabi Ibrahim dan keluarganya menjadi contoh teladan bagi kaum muslim, sebagaimana firman Allah:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ.
Artinya: "Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia." (QS Al Mumtahanah: 4).
Bila kita menelaah dan mentadabburi ayat-ayat Allah di dalam Al Quran, kita akan temukan beberapa tipikal manusia dalam menerima perintah Allah Swt. Diantaranya adalah:
*1. Durhaka kepada perintah Allah.*
Mereka ini adalah orang-orang yang mendengar dan tahu perintah Allah. Tapi mereka tidak mentaatinya dan durhaka kepadaNya. Inilah rata-rata sikap bani Israil terhadap perintah Allah. Mereka mengatakan: sami'naa wa 'ashainaa.
Sebagian kaum muslimin diseru untuk shalat ke masjid, ia dengar suara adzan. Tapi tidak diacuhkannya. Ia terus dalam kerja dan aktifitasnya.
Diperintahkan oleh Allah Swt untuk meninggalkan riba, tapi ia terus saja bermuamalah dengan bank konvensional. Gak peduli bahwa Allah mengumumkan perang bagi pelaku riba.
Sebagian muslimah, diperintahkan Allah dan RasulNya untuk berhijab menutup aurat, dia santai saja kemana-mana tidak menutup aurat. Ada perintah Allah untuk menjukurkan jilbabnya di bawah dada, tapi ia merasa sudah cukup dengan jilbab melingkar kepala. Namun dadanya dibiarkan "terbusung" tidak tertutup oleh jilbab yang lapang dan menjulur ke bawahnya.
Semua ini adalah perilaku-perilaku tidak taat alis durhaka kepada Allah Swt.
*2. Menganggap perintah hanya sebagai tawaran.*
Ini sikap yang tidak beradab dan sangat kurang ajar. Perintah yang sangat jelas, dianggap hanya sebagai tawaran saja. Boleh diambil, boleh pula tidak. Dan ia melihat opsi yang lain.
Contoh tipikal manusia seperti ini, adalah seperti anak Nabi Nuh as. Ketika diperintahkan ayahnya: "Wahai anakku, naiklah ke kapal bersama kami!" Si anak tidak menganggap ini sebagai perintah. Dianggapnya hanya tawaran saja. Ia pilih opsi lain. Aku akan ke puncak bukit yang tinggi untuk menyelamatkan diri. Tapi, nasibnya dia celaka. Allah Swt berfirman:
قَالَ سَآوِي إِلَىٰ جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاءِ ۚ قَالَ لَا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِلَّا مَنْ رَحِمَ ۚ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ
Artinya: Anaknya menjawab: "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!" Nuh berkata: "Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang". Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan." (QS Hud: 43).
*3. Melawan perintah dengan perintah pula.*
Ini sikap paling kurang ajar dan sangat tercela. Perintah Allah Swt ditolak dengan memberi perintah lagi. Ini perangai bani Israil kepada Nabi Musa as. Allah memerintahkan mereka untuk masuk ke Palestina, utk berjuang. Tapi mereka tolak perintah tersebut. Dan malah mereka memberikan perintah lagi kepada Nabi Musa. Allah berfirman:
قَالُوا يَا مُوسَىٰ إِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا أَبَدًا مَا دَامُوا فِيهَا ۖ فَاذْهَبْ أَنْتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلَا إِنَّا هَاهُنَا قَاعِدُونَ
Artinya: Mereka berkata: "Hai Musa, kami sekali sekali tidak akan memasukinya (Baitul Maqdis) selama-lamanya, selagi mereka ada didalamnya. Karena itu pergilah engkau bersama Tuhanmu, berperanglah berdua. Kami tunggu disini sambil duduk-duduk saja." (QS Al Maidah: 24).
Tidak sedikit orang Islam diajak beramal shaleh atau beribadah, maka marahlah responnya. "Pergi sajalah kamu. Urus saja dirimu. Jangan mengatur-ngatur orang lain." Begitu lebih kurang responnya.
*4. Menganggap perintah memang sebagai perintah.*
Ini adalah sikap standar dan yang seharusnya dimiliki oleh seorang muslim dan muslimah. Setiap kali ada perintah Allah dan RasulNya, maka dipatuhi perintah tersebut. Tidak dicari pula pilihan lain untuk lari menghindar. Perintah Allah dan RasulNya harus disikapi dengan sami'naa wa atha'naa. Allah berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا.
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata." (QS Al Ahzab: 36)
*5. Patuh atas perintah, tapi asal-asalan.*
Banyak juga manusia yang patuh kepada perintah Allah. Tapi kepatuhannya tidak sempurna. Amalannya dikerjakan asal-asalan. Hatinya tidak ikhlas dan tidak tunduk penuh kepada Allah.
Ini adalah perilaku salah seorang anak Nabi Adam as. Ketika disuruh berqurban, dia mencari qurban yang paling murah dan kualitas yg paling bawah. Akibatnya qurbannya tdk diterima Allah. Sebagaimana Allah nyatakan dalam firmanNya:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ.
Artinya: "Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil)." (QS Al Maidah: 27).
Sebagai petani, Qabil memberikan qurban dari hasil taninya yang buruk. Sehingga Allah tidak menerimanya. Sebaliknya Habil yang seorang peternak memberikan qurban dari dombanya yang terbaik. Sehingga Allah menerimanya.
Dalam keseharian kita, kadang kita beribadah asal-asalan. Shalat tidak khusyuk, kurang mengingat Allah, sedekah alakadarnya, berqurban mencari harga terendah. Padahal Allah berikan kita rezeki yang banyak.
*6. Menganggap tawaran sebagai perintah.*
Ini adalah puncak ketaatan dan keimanan. Walaupun radaksi yang muncul adalah berupa penawaran, namun orang beriman menyikapi itu sebagai perintah. Dan dia siap untuk patuh dan tunduk.
Itulah sikap mulia Nabi Ismail as. Ia mendapat tawaran dan dimintai pendapat oleh ayahnya Ibrahim as: "Wahai anakku, aku melihat di dalam mimpiku bahwa aku menyembelihmu. Bagaimana kira-kira pendapatmu?"
Nabi Ismail as. tidak menganggapnya sebagai tawaran belaka. Dia langsung paham bahwa itu adalah perintah. Sehingga dengan spontan dia berkata:
يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ.
"Laksanakanlah wahai ayahku, apa yang diperintahkan kepadamu!, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (QS Ash Shafat: 102).
Wallahu A'laa wa A'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar